KABAR SIMEULUE – Sebuah perubahan positif tengah berlangsung, membawa harapan baru dan keberlanjutan bagi masyarakat pesisir di Desa Sambay, Kecamatan Teluk Dalam, Kabupaten Simeulue. Dengan membangkitkan kembali nilai-nilai Hukum Adat Laut, komunitas setempat sedang bergerak maju dalam upaya pemberdayaan yang melibatkan masyarakat secara aktif, Jum’at (15/12/2023).
Sejak zaman dahulu kala, Hukum Adat Laut telah menjadi pilar kehidupan bagi masyarakat pesisir Simeulue. Aturan-aturan yang diterapkan dengan bijak mengatur penggunaan dan pengelolaan sumber daya laut. Namun, seiring berjalannya waktu dan dampak globalisasi, tradisi ini terancam memudar.
Pada akhir tahun ini, sebuah inisiatif pemberdayaan masyarakat diluncurkan dengan tujuan menghidupkan kembali Hukum Adat Laut dan membangun kesadaran akan pentingnya keseimbangan antara pemanfaatan dan pelestarian sumber daya laut. Sosialisasi Keputusan Adat Masyarakat Desa tentang Hukum Adat Laut di Wilayah Kelola Panglima Laot Lhok Sambay dilaksanakan di Balai Desa setempat,Inisiatif ini melibatkan kolaborasi antara pemerintah Desa setempat, Panglima laot Lhok Sambai dan LSM Flora Fauna Indonesia (FFI).
Proses pemberdayaan ini diselenggarakan melalui forum diskusi dengan memaparkan cerita-cerita lokal yang menyimpan kearifan lokal. Melalui pertemuan komunitas dan forum diskusi, semangat gotong royong tumbuh, dan kesadaran akan perlunya menjaga ekosistem laut terbentuk.
Kepala Desa Sambay, Juardi mengatakan, keputusan adat tersebut merupakan hasil kesepakatan masyarakat adat bersama Imum Mukim, Pemerintah Desa, Lembaga Adat, Perwakilan Pemuda, Perwakilan Perempuan dan tokoh masyarakat Desa Sambay yang dilakukan sejak tahun 2020 yang lalu.
“Namun hari ini baru sempat disosialisasikan kepada masyarakat,” kata Juardi.
Proses perubahan tidak hanya menyangkut aspek regulasi, tetapi juga memperkuat kapasitas masyarakat dalam mengelola sumber daya laut secara berkelanjutan.
Kesepakatan masyarakat tersebut, lanjut Juardi, menghasilkan sebuah Keputusan Adat Masyarakat tentang Hukum Adat Laut di Wilayah Kelola Panglima Laot Sambay, dimana keputusan tersebut tertuang aturan-aturan dan penerapan hukum adat laut.
Dia menjelaskan, keputusan hukum adat laut tersebut dibuat dalam sebuah buku dan di dalamnya tertuang tentang azas dan prinsip dan wilayah kelola panglima laot termasuk sanksi adat terhadap pelanggar aturan adat laut.
“Adanya aturan hukum adat laut tentang hari pantang melaut, kemudian adat pemeliharaan lingkungan, tata cara penangkapan ikan, larangan penggunaan alat tangkap yang dapat merusak ekosistem laut, semua itu diatur dengan sanksi bagi yang melanggarnya,” jelasnya.
Inisiatif pemberdayaan masyarakat melalui Hukum Adat Laut di Simeulue menunjukkan bahwa kebijakan yang melibatkan masyarakat dalam pengambilan keputusan dan melibatkan nilai-nilai lokal dapat menciptakan perubahan positif yang berkelanjutan. Melalui keseimbangan antara tradisi dan inovasi, komunitas pesisir ini mengarahkan diri mereka menuju masa depan yang lebih baik, di mana laut dan masyarakat hidup bersinergi dalam harmoni yang langgeng.
Juardi menambahkan, tujuan dari dibuatnya Keputusan Hukum Adat Laot Lhok Sambay tersebut untuk memastikan keselamatan sumber daya laut dan keberlanjutan sumber penghidupan masyarakat desa yang menggantungkan hidupnya dari laut, selain itu juga untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa secara berkelanjutan, khususnya masyarakat nelayan.
“Kita berharap, dengan dilakukannya sosialisasi ini agar masyarakat desa dapat mengikuti aturan yang telah disepakati bersama,” pungkasnya.
Kegiatan sosialisasi tersebut dihadiri perwakilan dari FFI Aceh, Pj. Imum Mukim, Ketua BPD, Imam Chik, Ketua Lembaga Adat dan tokoh masyarakat desa setempat.RED